[NCTFFI Freelance] Eternal Confession (Vignette)

Eternal Confession

Eternal Confession

By: Joanne Andante

Cast: Moon Taeil & Jo

Genre: Angst, Sad, Romance

Length: Vignette

Note: Kunjungi andantecho.wordpress.com kalau ada kesempatan. Terima kasih sudah membaca.

-=-

To: Jo

I miss you. Kau harus pulang.

From: Dokter Taeil

-=-

Taeil mengabaikan salju yang menumpuk di jendela kamarnya, tak ingin membersihkannya sama sekali. Kepalanya terasa berat, dibebani rasa sedih dan rasa bersalah. Hatinya juga sakit, hancur tanpa sisa-sisa untuk menyusunnya kembali. Matanya hanya menangkap kasur yang kosong, selimut terlipat rapi, dan bantal yang tertumpuk rapi. Semuanya terasa menyedihkan.

Pria itu melihat layar smartphone di tangannya, mencoba mengirim pesan lagi. Tetapi ia tak punya keberanian hingga memutuskan untuk tak melakukan apapun lagi dan hanya menunggu. Ia menatap langit yang berkabut, sedih karena tak ada Jo yang berceloteh di sampingnya.

-=-

To: Dokter Taeil

Maaf, aku tak bisa pulang. Aku butuh waktu sendirian.

From: Jo

-=-

Perasaan Jo kacau saat ini. Ada rasa senang karena Taeil mencarinya, memintanya pulang sampai mengatakan bahwa ia rindu pada Jo. Tapi, hatinya juga sedikit sakit, teringat percakapan tadi malam antara dirinya dengan Taeil.

“Kadang aku bingung dengan kita. Kita berbagi segalanya tetapi tidak ada batasan yang jelas,” ujar Jo waktu itu.

“Bukankah teman memang selalu berbagi?” jawab Taeil tenang.

“Tapi yang kita lakukan tidak seharusnya dilakukan oleh sepasang teman. Kita harusnya menjadi sepasang kekasih.”

“Kekasih atau bukan, hubungan kita akan sama saja.”

Taeil mengakhiri percakapan itu sepihak, memunggungi Jo untuk tidur. Malam tersebut adalah malam terakhir mereka bersama. Esoknya, Jo tak ada lagi di kamar mereka, menghilang sendirian.

-=-

To: Jo

Kita harus bicara baik-baik. Kau harus kembali.

From: Dokter Taeil

-=-

Seperti pagi-pagi biasa, Taeil bangun dari kasurnya dan menatap langit pagi yang masih gelap. Matahari baru muncul pukul sembilan, menandakan musim dingin memasuki masa terkelam. Hatinya terasa kosong dan dingin, tak ada kehangatan yang mengisinya. Hanya ada luka dan kenangan berserakan di sana.

Hati-hati, Taeil menuju dapur sembari berharap Jo ada di sana dan sedang memanaskan air untuk membuat kopi. Tetapi, hanya ada bayangannya di sana, menyusup di antara kesepian apartment kecil itu. Taeil tak pernah tahu bahwa kesepian di musim dingin adalah hal terburuk dalam hidupnya. Ia pernah kesepian sebelum Jo masuk dalam hidupnya. Dan kini ia kesepian lagi ketika Jo hilang dari hidupnya.

“Jo, pulanglah. Kita bicara baik-baik,” itu adalah kata-kata pertama yang ia ucapkan lewat telepon pada Jo saat terbangun tanpa gadis itu di sisinya.

“Tidak, Dokter. Aku tidak bisa. Kau berpikir bahwa aku puas dengan hubungan tanpa status seperti ini. Tetapi aku tidak senang sama sekali.”

Sesudah itu, sambungan terputus begitu saja, tanpa jawaban maupun telepon yang datang.

-=-

To: Dokter Taeil

Aku mencintaimu, Dokter. Sangat cinta. Seandainya kau tahu itu. Kalau kau ingin kita bertemu, aku menunggumu di tempat kita biasa menaruh sepeda di parkiran stasiun.

From: Jo

-=-

Setelah pesan terakhir itu, Taeil tak bisa tenang. Ia tak mau membiarkan pengakuan Jo menggantung tanpa jawaban. Pria itu ingat betul, sejak beberapa bulan bersama, mereka berdua membeli sepasang sepeda untuk dipakai menuju stasiun kereta bawah tanah. Sepeda itu akan mereka tinggalkan di tempat penitipan gratis yang terletak di sebuah taman, beberapa meter dari stasiun kereta bawah tanah.

Pria itu mengambil sepedanya, memakai pakaian musim dingin yang cukup tebal sebelum meluncur ke taman itu. Hatinya tak tenang, terburu-buru mengendarai sepedanya dan sampai di taman lima menit kemudian. Setelah mengikat sepedanya di tempat penitipan gratis, Taeil turun dari sepeda dan duduk di salah satu kursi taman.

-=-

To: Jo

Aku sudah tiba.

From: Dokter Taeil

-=-

Dari pertigaan, Taeil melihat Jo datang dengan sepeda dan coat birunya. Gadis itu linglung, nampak tak bersemangat saat mengendarai sepedanya. Tangan kirinya memegang kendali sepeda, sementara tangan kanannya memegang handphone sambil mengetik. Lampu lalu lintas berubah merah, tetapi ia tak berhenti karena tak melihatnya. Taeil menjerit, berteriak terkejut ketika sebuah mobil muncul dari sisi lain pertigaan, menghantam tubuh Jo dan sepedanya ke aspal.

Di saat bersamaan, sebuah pesan masuk muncul di layar smartphone Taeil. Pria itu tak sempat membukanya sama sekali.

-=-

To: Dokter Taeil

Ya, aku sudah dekat. Aku rindu padamu.

From: Jo

-=-

Pria itu tak sempat menangis sama sekali saat Jo hilang untuk selamanya. Yang ia lihat hanyalah sebuah sepeda yang hancur, serta sisa-sisa darah tersapu salju saat musim dingin datang. Juga seberkas kerinduan dan rasa bersalah memuncak di dadanya.

-=-

To: Jo

Maaf.

From: Dokter Taeil

-=-

To: Jo

Maafkan aku.

From: Dokter Taeil

-=-

To: Jo

Aku rindu padamu, sangat rindu padamu.

From: Dokter Taeil

-=-

To: Jo

Aku hanya merindukanmu.

From: Dokter Taeil

-=-

To: Jo

Aku juga mencintaimu.

From: Dokter Taeil

-=-

To: Jo

Aku mencintaimu. Bisakah kau membalasku?

From: Dokter Taeil

-=-

To: Jo

Aku menyesal. Aku mencintaimu, dan aku rindu padamu. Aku ingin berjumpa denganmu dan mengatakannya langsung, Jo. Ini perpisahan yang salah karena aku tidak melihat wajahmu ataupun tawamu. Aku ingin melihatmu.

From: Dokter Taeil

-=-

Taeil mengirimkan seribu pesan tanpa balas pada Jo. Gadisnya telah tak ada, terbawa pergi oleh angin dan salju dalam mimpi indah. Tak akan ada balasan, tak akan ada jawaban. Ia duduk sendirian di depan jendela, menatap salju yang memenuhi kaca dan balkonnya lagi. Setahun berlalu dalam kesepian, siksaan batin karena rasa bersalah, serta cinta yang tak ia ungkapkan.

“Jo,” panggilnya pada salju di luar. “Sudah setahun. Dan aku masih menunggumu pulang.”

Dokter itu menangis pelan, melirik sebuah kotak sepanjang map yang terbungkus rapi di sisinya. Kotak yang ada dalam tas Jo saat kecelakaan tahun lalu itu terjadi. Sudah berulang kali pria itu membukanya sendiri, menangisi isinya dengan sedih. Isinya berkas-berkas hasil pemeriksaan kesehatan Jo. Dan yang lebih menyakitkan lagi, ada tulisan yang mengatakan bahwa Jo tengah mengandung saat itu, dilengkapi foto USG yang belum terlalu nampak hasilnya.

“Aku menunggu kalian pulang. Seandainya aku tahu keadaanmu, Jo. Seandainya aku tahu keberadaan anak kita, aku pasti akan melindungi kalian.”

Tangisan itu jadi tak ada artinya lagi. Semua sudah berlalu. Lewat tanpa tanda-tanda.

-=-

To: Jo

Aku merindukanmu, Jo. Aku sayang padamu. Aku sayang anak kita. Maaf, karena aku terlalu pengecut dan ragu untuk mengatakannya dahulu. Maafkan aku.”

From: Dokter Taeil

-End-

4 thoughts on “[NCTFFI Freelance] Eternal Confession (Vignette)

  1. Njirr nyesekk banget sumpahh, kenapa kalo yg sad sad cocok gitu sama taeil, aaaa baper gue, penyesalan memang selalu datang di akhir bang kalau di awal ya pendaftaran namanya

    Like

Feedback Juseyo ^^