[Vignette] Selingkuhan : Diculik

Selingkuhan : Diculik

By: Febby Fatma

Drama, Romance, Hurt-Comfort, Fluff,

PG-15

Vignette

Cast :

Nakamoto Yuta NCT

Nikaido Ran (OC)

Nakamura Aya (OC)

Yamazaki Kento Actor

 

Disclaimer: Aku hanya pemilik plot, Ran dan Aya. Mohon tidak copas atau plagiat. Sebelumnya terima kasih dan selamat baca~

Sebelumnya : [1] [2]

—————

Aku ataupun Yuta tidak pernah mencoba untuk menunjukan hubungan kami saat berada di luar. Biasanya kami akan bertemu di kamar hotel atau kalau sedang tidak ada orang di rumah kami, salah satu akan berkunjung. Tapi pasti akan berakhir di kamar.

Oh, tolong jangan salah paham.

Walau hanya bertemu di kamar, tidak pernah terjadi apapun di antara kami. Tidak ada hal lebih kecuali obrolan sepasang selingkuhan, dan kadang kami juga membahas pekerjaan.

Tapi kali ini beda. Yuta tiba-tiba datang pagi tadi ke rumahku. Bertemu Ayah dan Ibu. Pamit mengajak aku pergi dengan alasan untuk pengerjaan proyek—yang aku tahu itu bohong—pada orang rumah, termasuk Akira, kakak laki-lakiku.

Katanya dia juga mengatakan alasan yang sama pada tunangannya; Nakamura Aya, dan kelasihku; Yamazaki Kento.

Aku tidak tahu apa alasannya melakukan acara bohong besar-besaran itu. Saat aku tanya dia hanya bilang, “Aku ingin bersamamu seharian ini dan beberapa hari ke depan.”

Bagiku itu bukan masalah. Aku justru senang mendengarnya. Tapi aneh saja. Yuta belum pernah melakukan ini sebelumnya. Dia selalu ada pada garis aman dan bertindak lurus mengikuti garis itu agar tidak menimbulkan kecurigaan berarti dari orang-orang di sekitar kami, dan aku mengikutinya—selalu mengikutinya.

Jadi aneh saja rasanya jika tiba-tiba dia menculikku seperti ini.

“Kita mau kemana sebenarnya?”

“Akita.”

“Ha? Buat apa?”

Kami ada di mobil yang sedang ia kendarai sekarang. Sejak tadi memang kuperhatikan dia mengambil jalan untuk keluar wilayah Kansai, tapi aku tidak berpikir kalau kami akan pergi sejauh itu.

“Dan … kau ingin pergi Osaka-Akita dengan mobil? Kau yakin sanggup?”

Dia menoleh. Memamerkan senyum khasnya. “Tentu saja tidak. Kita ke Niigata dulu. Nanti dari sana kita naik Shinkansen.”

Setelahnya aku memilih diam. Kalau ditanya apa aku senang? Tentu, aku akan jawab aku sangat senang. Siapapun pasti akan senang jika diajak pergi bersama dengan orang yang dicintai—yah, walau ini terkesan seperti penculikan berencana dan berlisensi.

Aku juga demikian, aku senang karena bisa pergi dengannya tanpa harus sembunyi-sembunyi atau berdalih. Tapi … sekali lagi, tapi ini terasa aneh bagiku.

Nakamoto Yuta itu bukan orang yang suka membuat keributan, bukan tipe yang suka menjadi pusat perhatian, seseorang yang lebih suka melakukan hal praktis dan bukannya yang merepotkan. Itu juga sebabnya selama ini kami lebih memilih hutanhutan ketimbang taman hiburan.

Tempatrahasia yang tidak mencolok.

Kencan di luar seperti di kafe, taman hiburan, atau sekedar nonton di teater, itu hampir tidak pernah. Kalaupun bisa, itu adalah saat kami ada pada satu proyek kerja. Yuta dengan Event Organizer-nya dan aku dengan statusku sebagai salah satu desainer yang bekerja sama dengannya. Kami kadang memang harus bertemu di luar untuk membahas pekerjaan kami.

Dengan alasan kerja itupula kami baru bisa melakukan kencan di luar. Itupun ada batasannya, ada banyak catatannya, dan tidak selalu bisa seperti itu.

Ah, aku tahu kalau ini semua rumit dan melelahkan, tapi kadang aku berpikir, siapa yang perduli? Selama aku bisa bersama Yuta, semua tidak akan terasa rumit dan melelahkan. Iya, kadang aku berpikir demikian. Dan itu sangat jarang.

“Ran.”

“Hmm?”

“Kau tidak suka?”

“Apanya?”

“Pergi denganku.”

“Mana mungkin. Aku tentu saja suka.”

“Lalu kenapa diam saja?”

Kenapa? Aku juga tidak tahu.

“Memang aku harus apa? Perjalanan kita jauh, aku hanya ingin menghemat energi.”

Hmm, mungkin begitu. Aku tidak tahu kenapa sekarang kepalaku rasanya kosong. Sejak tiba-tiba Yuta datang tadi pagi rasanya seluruh tubuhku lemas, tidak bertenaga. Aku bahkan lupa jika hari ini aku ada janji dengan Nao—adik teman baik Akira. Kalau tadi Nao tidak meneleponku, aku benar-benar tidak akan ingat janji kami minggu lalu.

“Kau tidak enak badan?”

Satu tangannya menyentuh pipiku. Perhatiannya kini terbagi antara aku dan jalanan di depan. Tapi aku hanya menggeleng, menurunkan tangan itu dari pipiku.

“Lalu kenapa?”

“Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing.”

“Mau mampir ke apotik?”

“Tidak perlu. Aku hanya kurang istirahat. Semalam aku bergadang untuk mendesain gaun Aya dan klien-ku yang lain.”

Hening. Dia memilih untuk tidak bertanya lagi. Ah, tentu saja. Jika aku sudah menyinggung tentang gaun pengantin Aya,bahkan lelaki egoisseperti Yuta akan jadi pendiam. Aku tidak tahu kenapa, tapi mungkin dia merasa jahat padaku.

“Oh ya, Kento dan aku punya janji akhir minggu ini. Kita bisa kembali sebelum itu, kan?”

“Janji apa?”

“Ke teater. Ada film yang ingin aku tonton akhir minggu ini.”

“Kenapa tidak pergi denganku saja?”

“Memangnya bisa?” Dia diam lagi. “Lagi pula kemarin Aya bilang akhir minggu ini kalian ada undangan. Teman kulian kalian menikah, kan?” Dia tidak menjawabnya.

Kurasa begini lebih baik. Suasananya hening, yang terdengar hanya suara gesekan angin dengan body mobil. Aku jadi bisa istirahat.

“Aku tidur dulu ya?”

“Hmm.”

 

——————

 

“Ran.”

“Hmm?”

“Kita sudah sampai. Ayo turun.”

Aku mengangguk dan bangun dari posisi rebahan yang aku sendiri tidak ingat kapan aku merubah posisi dudukanku menjadi seperti itu.

Mungkin Yuta yang melakukannya.

“Aku beli tiket dulu, kau tunggu di dekat pintu masuk, ya?”

Lagi, hanya anggukan yang menjadi jawabanku.

Tubuhku rasanya benar-benar lemas. Kepalaku juga pening. Kurasa habis ini aku akan tidur lagi sepanjang perjalanan di Shinkansen.

Tidak lama setelah menunggu di dekat pintu masuk Yuta datang. Dia langsung menarik tanganku masuk setelah tiket kami diterima. “Keretanya berangkat tiga menit lagi.” Begitu katanya, saat memperlebar langkah menuju peron.

Satu hal yang membuatku menurut padanya saat ini; pergelangan tanganku yang ada dalam genggamannya. Dia menarik itu seolah menarik koper berharga miliknya. Terlalu kuat tapi juga lembut disaat bersamaan.

Bukannya berlebihan, tapi hal ini benar-benar jarang terjadi. Yuta yang menarik tangan Ran agar ikut dengannya, itu sungguh langka bisa terjadi. Dan entah mengapa aku suka sensasi yang timbul dalam dadaku.

Mendengar dia yang mengulang kata permisi berkali-kali demi bisa menerobos kerumunan orang di stasiun siang ini. Lalu tangannya yang kadang mengerat otomatis saat aku mulai tertinggal. Juga ekspresinya saat sesekali menoleh untuk memastikan aku yang ada di belakangnya. Aku suka hal-hal itu.

Dia benar-benar Yuta-ku.

Dia selingkuhanku.

“Huuh~ untung sempat.” Pintu gerbong tertutup tidak lama setelah kami masuk. Tapi genggamannya tidak terlepas begitu saja. Dia bahkan masih menarikku menuju sepasang bangku penumpang yang letaknya terpojok. Merampas tas yang aku bawa dan menaruhnya pada loker atas tempat kami.

“Kau sadar tidak kalau kita tidak bawa baju ganti?”

“Kita bisa membelinya nanti.”

Aku dipersilahkan duduk dekat jendela.

Cih, dasar boros! Harusnya kau memberitahukanku kalau mau seperti ini.”

“Kalau kuberi tahu kau pasti menolaknya.” Matanya menunjukan seberapa jengah ia saat ini. “Sudah dua minggu kau menghindariku. Kalau tiba-tiba aku ajak pergi juga pasti kau menolak, kan?”

Dibanding melihat matanya yang menuntut penjelasan, aku lebih memilih untuk mengalihkan pandanganku. Warna hijau dan biru yang blur bersama dengan kecepatan kereta kami lebih baik dari wajah Yuta saat ini.

“Ran.”

“Hmm?”

“Kau masih marah?”

“Tidak. Aku tidak marah.”

“Bohong!” Wajahku dipaksa menghadapnya. “Kau bohong.”

“Tidak. Aku tidak bohong. Lagi pula, untuk apa aku marah? Aku tidak ada hak untuk itu juga.”

Dia bungkam sesaat. Matanya bergerak memperhatikanku.

“Ran … aku minta maaf.” Kemudian tubuhku dibawa ke pelukannya. “Aku tahu aku egois, tapi jangan seperti ini. Aku hampir gila, kalau kau mau tahu. Mail-ku tidak satupun kau balas, telepon juga tidak diangkat. Aku sampai berpikir kalau kau ingin memutuskan hubungan ini secara sepihak.”

Aku? Memutuskan hubungan ini? Aku sendiri bisa gila jika melakukannya!

“Aku janji kita akan tetap bersama. Jadi jangan hiraukan yang lain. Cukup tunggu dan bersabar dalam keadaan seperti ini.”

“Apa itu artinya kau tidak akan menikah dengan Aya?”

“… kau dan aku akan menikah suatu saat nanti.”

“Kau tidak menjawab pertanyaanku, Yuta.” Aku menarik diri dari pelukannya. Sungguh aku bersyukur karena kami dapat sepasang bangku di pojok yang tidak begitu mencolok posisinya. Kalau tidak, entah apa yang akan orang lain pikirkan tentang kami.

“Apa itu artinya kau tidak akan menikah dengan Aya?” Ulangku.

Dia menghindarinya.

“Yuta, jawab.”

“Aku tidak tahu.”

“Apa maksudmu? Kau ingin mempermainkan aku dan Aya? Begitu?”

“Tidak. Bukan begitu.”

Dia meraih tanganku. Memijatnya lembut tanpa menatap aku sama sekali.

“Lalu?”

“Aku belum bisa menjawabnya. Maaf.”

Aku bersumpah demi hidupku sendiri jika aku sangat mencintainya. Aku bersumpah demi harga diriku sendiri bahwa tidak ada orang lain yang aku pikir bisa menggantikan posisinya—bahkan Kento sekalipun. Aku bersumpah demi cintaku padanya, aku juga tidak ingin kehilangan dirinya.

Tapi sejak aku tahu tentang pernikahannya dengan Aya yangakan berlangsung akhir tahun ini, rasanya sedikit menyakitkan jika terus mengulang-ulang kata cinta untuk dia. Melihat namanya, mendengar suaranya bahkan terlintas sesaat tentang dia saja sudah membuatku merasa begitu buruk. Begitu jahat.

Aku wanita dan harusnya aku paham perasaan Aya jika ia sampai tahu tentang ini, tapi … aku tidak bisa lepas dari Yuta. Tidak semudah teori yang selama ini tersaji dalam pikiranku. Makanya kukatakan aku sendiri juga bisa gila jika aku pergi meninggalkannya.

Itu juga alasan kenapa aku selalu menerima semua yang Yuta katakan. Mempercayainnya lebih dari mempercayai diriku sendiri.

“Baiklah.”

Aku memposisikan diri bersandar padanya. Memeluk satu lengannya manja. Kemudian memejamkan mata. “Aku mau tidur lagi.”

“Um. Tidurlah, nanti aku bangunkan.”

Aku bodoh?

Iya, aku tahu itu.

Tapi, sebodoh aku yang selalu menatap ke arahnya dan berharap lebih padanya. Sedungu aku yang melupakan segala fakta dan membuang jauh-jauh keyakinanku tentang hubungan aku dengannya. Seperti itulah kami sekarang, asal kau tahu saja aku tetap mencintainya. Bagi seorang Nikaido Ran sosok Nakamoto Yuta adalah yang terbaik yang membuatku terus jatuh cinta tanpa bisa berpaling barang sedetik.

“Aku mencintaimu, Yuta.”

“Aku juga.”

 

——————

——————

 

Huaaaa!! Aku lagi galau, jadi pasti berantakan bangetkan ini FF. Maafkan daku~

Maaf lama baru di pos.. aku nggak tau kalau bulan puasa kemarin malah nggak bisa nulis apa-apa~ maafkan daku~

Udahlah, aku langsung pamit azzah lah ya~

Febby pamit——

18 thoughts on “[Vignette] Selingkuhan : Diculik

  1. AKHIRNYA~!!! ㅠㅠ ㅠㅠ ㅠㅠ
    Akhirnya kafeb post ff yuta juga hoho
    Aku seneng b.g.t ka >< udh brp abad kaka ga updt? ㅠㅠ
    Btw aku blm baca ffnya, pas buka blog ini trus liat ada post-an kaka langsung di komen dan ga dibaca dulu.. Tapi abis ini mau langsung baca kok^^
    Izin baca ya kaaaa♡

    Liked by 1 person

  2. “Nakamoto Yuta adalah yang terbaik yang membuatku terus jatuh cinta tanpa bisa berpaling barang sedetik.” Benerrr! Bener banget kak! Sebenernya aku suka Taeyong tapi pas di liat-liat semua member NCT cakep-cakep, eh akhirnya kepincut juga sama Yuta wkwk.

    Hadoohhh bang Yuta masih labil nih, pas ditanya milih Aya atau Ran gak bisa jawab. Jangan bilang pengen nikahin dua-duanya nih? Janganlah kasian pihak yang tersakiti(?) Wkwk. Tapi kakk ini kelanjutannya masih ada kan kak? Masih ada kan? Kakak gak biarin aku mati penasaran kan??? Hehehe ditunggu kak kelanjutannya^^

    Liked by 1 person

  3. ya ampunnn…..
    kmna aja aq slama ini,..
    udah prnh baca siy yg part 1, tpi gak tau kalo ada klnjutan nya,.. makasih bnget buat pangukirdiahayu udh ngerekomendasiin ff ini 😘
    ff nya keren bngey, aq suka bhsa dan dialog nya,..
    ditunggu nih kelanjutan nya ^^

    Liked by 1 person

Feedback Juseyo ^^