[Ficlet] Sinting Series : Percobaan Bunuh Diri

Percobaan Bunuh Diri

thehunlulu ©2017

Starring NCT’s Ji Hansol & Park Jisung Genre Comedy, Crack Length Ficlet Rating General

Related Story:

Sinting | Kegalauan Mark | Celana Silver Haechan | Gimbal

Persetan dengan sianida sialan itu!

**

Kata orang-orang, jodoh merupakan kehendak Tuhan. Kata orang-orang—lagi—penentu masa depan tidak dilihat dari sisi umur, kerupawanan, maupun ketebalan dompet. Tidak, bukan itu semua. Jika salah satu dari kalian masih mengharapkan masa depan yang cemerlang—seperti jidat Winwin—di umur yang masih sangat belia, cobalah untuk menunduk ke bawah. Bukan, bukan untuk mengheningkan cipta sebagai wujud belasungkawa atas matinya Simbah Taeil. Melainkan—

“Wah … tintanya habis.”

—untuk menertawakan nasib Ji Hansol yang kian hari kian suram. Cobalah untuk bersyukur melihat kesempurnaan hidup kalian jika dibandingkan dengan kehidupan Hansol. Berani sumpah, kali ini tidak akan ada unsur bully mem-bully di antara kita, karena topik pembicaraan akan sedikit menyimpang ke arah filsafat, religi, atau bahkan pertukangan.

Tidak. Maksudnya pertentangan. Pertentangan antara si tua Ji Hansol dan si muda Park Jisung.

“Jisung! Ambilkan spidol di ruang tamu dekat tumpukan koran, dong!”

Oke ini terbilang cukup gila, tapi bolehkah Jisung menghentikan acara makan ramennya kemudian terbahak maksimal? Pasalnya, sepanjang hari Hansol selalu duduk di atas kursi kayu rapuh yang terletak di beranda rumah. Menyilang satu per satu tanggal yang tertera pada kalender menggunakan spidol berwarna merah.

Menghitung mundur sisa hidupnya? Tentu saja tidak. Hansol hanya ingin menghabiskan sensasi harapan palsu yang diberikan agensi padanya. Umurnya sudah tua—eum bisa dibilang demikian—namun dirinya tak kunjung debut. Sudah berapa janur melengkung yang berlalu di depan mata kepalanya sendiri? Ironisnya, Johnny bahkan sudah meninggalkan Hansol kemudian menikah dengan Berlian. Satu lagi, Taeil yang beralih profesi menjadi dukun itu telah mati gara-gara kerak telur. Ada juga kucing persia kesayangannya, Moe, telah melakukan kawin lari dengan kucing kampung milik tetangganya.

Bisa dibayangkan, bukan? Bagaimana ironisnya kehidupan Ji Hansol setelah kehilangan banyak sanak kawan maupun kerabatnya.

“Terima kasih Jisung yang manis ….” Diletakkannya kalender bergambar iklan pil hamil tersebut, lantas membalas tatapan Jisung dengan wajah sok diganteng-gantengkan.

“I … iya, Hyung.” Jisung tahu, sangat tahu bahwa aura Hansol kali ini sedang dalam mode berbahaya. Maka dengan satu hentakan saja, tubuh kurus pemuda berumur lima belas tahun itu berbalik dan—

“Jisung … kemarilah, Sayang ….”

UHUK!

Ramen utuh yang entah panjangnya berapa senti itu sukses meluncur dari kedua lubang hidung Jisung. Demi Tuhan, demi risol cap Hansol rupawan yang dijual di perempatan, demi Doyoung yang kalau malam berubah menjadi Tante Doya, demi apapun di muka bumi ini, Jisung harap kedua matanya tak lagi-lagi melihat flying kiss yang tengah dilayangkan Hansol untuknya.

“HANSOL HYUNG JANGAN MENJADI PENJAHAT LELAKI, KUMOHON!”

Sementara Hansol bergeming melihat atraksi Jisung yang kalap di hadapannya, jemari pemuda—gagal debut—itu justru mengambil muntahan ramen Jisung dari atas ubin kemudian berkata, “Aduh Jisung! Ini belum lima menit, ayo dimakan lagi!”

Tahu begitu, Jisung seharusnya mengikuti lomba kayang sambil makan kerupuk di sekolahnya. Jika tahu Hansol akan bertindak menggelikan seperti ini, lebih berfaedah juga jika dirinya ikut memacul ladang bersama kakeknya, menanam terong daripada harus berduaan di rumah bersama terong-terongan sekelas Hansol.

Beberapa jemang berlalu, sepertinya Hansol maupun Jisung mendapat seorang tamu di luar pagar.

“Wah, ada Renjun. Kupanggilkan Jisung sebentar, ya.”

Jisung nyaris menghilang menuju ruang makan, namun suara lembut seperti bisikan Mama Lauren menelusup ke dalam telinganya. Bulu kuduknya meremang, tahu-tahu tepukan singkat mendarat pada pundaknya.

“Dicari Renjun.” Hansol berucap singkat, lantas berkelakar menuju dapur untuk meneguk air bekas kumur Almarhum Simbah Taeil. Berkhasiat, katanya.

Tidak lama Jisung bertandang untuk kembali menuju beranda rumah, seketika parasnya berubah bahagia. Senyumnya terukir sembari memeluk erat Renjun dan kakeknya yang baru saja datang.

“Jisung, Kakek hendak memanen kol di ladang. Tolong temani Renjun sebentar, ya.”

Selanjutnya Jisung mengangguk mantap, menepuk-nepuk tubuh perkasa Renjun sementara kakeknya menciut di ujung jalan.

“Wah, Renjun semakin kuat, ya!” ujarnya bergembira, yang lantas mendapat tolehan singkat dari Renjun.

“Boleh aku naik ke atas punggungmu?”

MOOO! 

“Hebat! Kerbau kakekku yang satu ini bahkan tidak oleng lagi saat kunaiki! Sebentar ya, sepertinya aku punya banyak rumput segar untukmu.”

Jisung lekas turun dari tubuh Renjun—nama kerbau perkasa kesayangan kakeknya—kemudian masuk ke dalam rumah guna mengambil persediaan rumput liar di dalam bak kompos dekat pekarangan belakang rumahnya.

“Hansol Hyung?” Alis Jisung saling bertaut saat melihat tingkah mistis si tua Hansol di dapur.

“Ji … Jisung ….” Kedua telapak tangan Hansol memegang leher, sepasang iris legam itu berubah menjadi putih pucat.

Tubuh jangkung Hansol berdentum keras di atas ubin. Jisung yang notabenenya hanyalah penikmat film horor di televisi kini gelagapan, kekuatan magis macam apa yang berani merasuki jiwa suci Hansol?

Racauan demi racauan Hansol senantiasa memekik, Jisung berharap tukang kredit kulkas cepat-cepat datang ke rumahnya sebelum Hansol mengembuskan napas terakhir. Jisung tidak punya uang untuk itu, omong-omong. Bahkan jika Hansol benar-benar sekarat, Jisung hanya mampu berdoa dalam hati semoga malaikat yang menjemput Hansol tidak semaput lalu menggelinding akibat dirayu pemuda Ji tersebut.

“Sepertinya harus kutinggal skripsi dulu untuk menunggu Hansol Hyung benar-benar mati.” Jisung menggelengkan kepalanya, malah bahagia menyaksikan Hansol yang tengah melet-melet seperti gorila hendak kawin.

Ah, ada-ada saja.

“Jisung? Hansol Hyung kok tidak mati?”

Wah Hansol Hyung ngajak ribut anak kecil seperti Jisung, nih.

“Hah? Apa maksud Hyung?”

“Tidak … Padahal Hyung sudah menenggak sianida biar sekalian mati, tapi kenapa kok malah sakit perut, ya? Apa jangan-jangan Hansol Hyung sebentar lagi mendapat hidayah lalu bisa debut bersama teman-teman yang lain?”

Sumpah, seluruh jagat raya bisa saja menghempaskan jurus kameha-meha disertai hujan meteor jika Hansol berhasil debut.

“Tunggu, memangnya obat apa yang Hyung minum? Kenapa tidak sekalian mati saja? Ah sudahlah, Renjun sedang men—“

Jisung mendadak bungkam saat Hansol menyerahkan satu bungkus obat padanya.

“APA?! OBAT MANDUL?”

Sepasang manik Jisung membola bukan main. Mulutnya melongo lebar, bahkan melebihi lebar pantat Hansol.

Ragu-ragu, Hansol berderap mendekati tubuh mungil Jisung yang menjauhinya dengan bergidik ngeri. “Apa … Hansol Hyung salah minum, ya?”

“AH! PERSETAN DENGAN YANG KATA HYUNG SIANIDA SIALAN ITU!” Jisung murka, dilemparkannya obat mandul itu ke atas lantai.

Oke teman, Jisung berharap jangan ada lagi kaum hawa yang mengidolakan Hansol. Terlebih jika memiliki hasrat untuk menikah dengannya. Sebut saja wanita bernama Mbaay, apa sih motivasi yang membuatnya begitu mencintai Hansol? Pasalnya, efek dari lima bungkus serbuk yang ditenggak Hansol sangat amat membahayakan masa depan. Baik masa depan Hansol maupun masa depan kekasihnya kelak.

“Ternyata bodoh dan tidak becus itu beda tipis, ya Hyung?”

Harap sabar, ini ujian … ujian dari Tuhan ….

-fin.

Selamat ulang tahun dedek Jisung kesayangan nuna! ❤

Dan yang terpenting, mari kita doakan agar Ji Hansol segera debut. Amiin ….