[NCTFFI Freelance] Zodiac Love Story #Scorpio (Series)

scorpio

Zodiak Love Story

 #Scorpio

.

Author :: Rijiyo

Cast :: [NCT’s] Seo Young Ho as Johnny & [OC’s] Lyna Han

Sub Cast : [NCT’s] Park Ji Sung

Genre :: Sad, Angst

Length :: Oneshot

Rating :: Teen

.

“….Behind Scorpio mystique, there is a marvelous spirit which is not known to many people.” – Scorpion

.

Seoul, 6 Juli 2001

Aku diam. Terpaku menatapnya yang tengah berlari. Rambutnya yang tertiup oleh angin menambah pesonanya di hatiku. Alasanku bertahan hanya karena dia. Cowok berwajah sedikit oriental, berkulit seputih susu, dan berambut kecokelatan. Cowok dingin itu nampak telah menyihirku dengan kharisma yang ia miliki. Mata dan hatiku seakan tertutup untuk cowok lain. Aku memang sulit berkata-kata saat bertemu dengannya. Aku hanya berharap agar dia segera mengerti dan membalas perasaanku.

Dialah Johnny Seo.

.

.

.

Johnny berlari dengan kencang. Tanpa ia sadari, aku mengikutinya dari belakang. Aku tidak tahu ke mana ia akan pergi, sebelum akhirnya menghentikan langkahnya di taman belakang sekolah. Ternyata ia menghampiri Wendy Son―gadis tercantik dan populer di sekolah―yang tengah tersenyum.

“Wendy, would you be my girlfriend?” Johnny berlutut di hadapan Wendy.

Hujaman pedang itu serasa menyayatku. Jantungku terasa sulit berdetak. Tubuhku seolah kaku dan tidak bisa bergerak. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berdoa supaya Wendy menolaknya.

Of course, Johnny. Aku mau.”

Dan ternyata aku salah. Tuhan tidak mengabulkan doaku. Ketika aku berusaha menahan tangis, mereka berdua malah berpelukan dengan bahagia―tak memikirkan betapa sakitnya hatiku saat ini. Air mata yang sedari tadi kucegah agar tidak tumpah, sekarang membuncah dan membasahi pipi.

Titik-titik hujan perlahan membasahi tubuhku. Kurasa langit mengerti perasaanku saat ini. Air mata dan isakan tangisku larut bersama derasnya hujan. Dingin yang menusuk takkan membuatku bergeming. Aku tidak peduli jika nanti seragamku basah. Aku juga tidak peduli jika nanti jatuh sakit. Dia―cowok kejam―yang membuatku bertahan di tempat  keji ini. Jari-jariku seakan gemetar menahan hawa dingin yang menusuk. Tapi itu tak seberapa dengan apa yang tengah kurasakan. Melihat mereka berdua yang berpelukan dengan bahagia, membuatku sangat iri dan hatiku lebih sakit.

.

.

.

3 tahun bukanlah hal yang mudah untuk memendam cinta sepihak ini. Mulai dari pertama bertemu, waktu terasa canggung dan asing. Aku yang selalu terlihat malu-malu, terus menatapnya dengan bodoh. Aku hanya bisa memandangnya dari jauh dan sama sekali tidak punya keberanian untuk bersitatap dengan kedua maniknya.

Aku masih ingat sekali kejadian itu… dulu… satu tahun yang lalu….

“Johnny, tangan kirimu berdarah. Sebentar, aku ambil kotak P3K dulu,ya. Kamu tunggu aku di sini.” Kalimat itu terlontar begitu saja dari bibirku ketika melihat tangan kirinya yang terluka entah kenapa.

Ketika aku sudah kembali, aku melihat ada seorang gadis yang tengah memakaikan perban di tangan kiri Johnny. Cewek itu adalah Wendy. Ternyata aku masih kalah cepat darinya. Aku yang lamban ini hanya bisa menatap mereka berdua dengan sendu. Kemudian kualihkan mataku ke kotak P3K yang kubawa sambil meruntuk kalau aku ini cewek paling bodoh sedunia.

Saat tahun ajaran pertama berlangsung, saat itulah aku pertama kali bertemu dengannya. Johnny sama sekali tidak pernah bicara atau tersenyum padaku. Namun saat memasuki tahun kedua, kepribadiannya mulai berubah. Johnny tidak sedingin yang dulu. Dia mulai berbicara padaku meskipun hanya satu-dua kalimat. Perasaan bahagia yang tak dapat dijelaskan pun meledak. Aku tidak tahu kalau aku ternyata begitu berlebihan saat berada di hadapannya. Johnny adalah pria yang mampu membuatku sedih dan senang dalam waktu bersamaan.

Meski begitu, aku sungguh tidak pernah membencinya.

Ketika aku akan terlelap dalam tidur, aku selalu berdoa supaya bisa bermimpi indah. Dan di dalam mimpi indahku itu aku ingin dia berada di dekatku lalu tersenyum tulus padaku. Kalau hal itu benar-benar terjadi, aku lebih memilih untuk tertidur selamanya.

Tapi, sejauh apa pun yang telah kuperbuat, sejauh apa pun yang sudah kukorbankan, dan jawabannya tidak sesuai harapanku, aku tidak bisa memaksakan kehendak. Jika aku terus mengeluh dengan kenyataan, hal itu hanya membuatku lebih sedih dan meneteskan banyak air mata.

Lalu sekarang apa yang harus kulakukan? Aku bahkan seperti tidak dianggap dan dikenali oleh Johnny. Mimpi pun akhirnya menjadi satu-satunya penyemangatku dikala mengingat betapa dinginnya sikap Johnny dan kebodohanku yang tidak pernah berani mengungkapkan perasaan terdalam. Namun setelah tahu bahwa kenyataannya begitu menyakitkan, aku memilih tersenyum tipis penuh paksaan dan langsung menangis lagi seperti bunga matahari yang selalu tertutup bayangan matahari sehingga terlihat pilu.

.

.

.

Hari kelulusan telah tiba. Johnny mewakili kelas kami untuk berpidato. Aku terus melihatnya dari balik  jendela tanpa berani masuk ke aula perpisahan. Tanpa sadar, sebutir bening mengalir begitu saja dari pelupuk mataku. Inikah tanda-tanda perpisahan? Mengingat esok aku akan segera kembali ke Jepang. Aku akan mulai merajut kehidupan baru bersama keluargaku di sana. Rasanya begitu cepat, padahal sepertinya baru beberapa hari kemarin aku mengenal Johnny.

Ketika pidatonya selesai, ia pun keluar aula. Ia berhenti di depan pintu. Perlahan, kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya. Aku belum memanggil namanya, tapi ia sudah lebih dulu menolehkan kepalanya yang membuatku jadi gugup setengah mati. Kuberhenti tepat di depannya, kemudian kuberanikan diri menatap matanya yang tajam itu. Kumencoba tersenyum lebar—sesakit apa pun yang tengah kurasakan saat ini.

“Selamat, Johnny Seo. Kamu sudah lulus dengan nilai terbaik di Seoul. Taeil aja kalah.”  Setelah mengucapkan kalimat basi itu, aku mengulurkan tanganku, menunggu jabatan tangan darinya.

Tuhan, terima kasih banyak karena Engkau telah mengabulkan doaku. Ia tersenyum padaku. Senyuman itu takkan kulupakan. Esok ketika aku telah pergi, aku akan selalu mengingatnya. Tak hanya sementara, tapi selalu, selalu, dan selalu.

Ketika aku tengah menikmati momen terindahku dengan orang yang sangat kucintai, tiba-tiba ada seorang cewek yang datang dan langsung melingkarkan tangan kirinya di lengan Johnny. Aku hanya bisa menunduk sesudah melihat Wendy. Aku mungkin lancang karena diam-diam aku menyimpan perasaan cemburu padanya. Sebenarnya aku tahu kalau yang kulakukan ini tidak berguna, aku tidak pantas menaruh rasa cemburu sedikit pun pada Wendy. Jadi, sekuat tenaga aku mengangkat kepalaku dan tersenyum miris. Kalau dipikir-pikir, lucu juga karena aku masih bisa tersenyum saat melihatnya bahagia bersama cewek lain.

“Terima kasih, ya, ucapannya. Selamat juga buat kamu yang sudah jadi juara tiga,” balas Johnny.

Itu adalah kalimat terkahir yang akan kudengar darinya. Aku bergegas pergi. Melihatnya tertawa bersama Wendy, hal itu membuat hatiku sakit lagi. Tapi jika memang itu yang membuatnya bahagia, aku rela. Baru kali ini aku melihat Johnny tertawa begitu tulus. Namun aku tetap berterima kasih pada Tuhan karena sudah membuat Johnny senang meskipun alasan di balik semua itu bukanlah aku.

.

.

.

Aku terdiam, duduk manis sembari menunggu pesawat yang kunaiki lepas landas. Bodohnya aku. Seharusnya aku bilang pada Johnny kalau hari ini aku akan pergi. Dengan begitu, mungkin dia akan datang. Mengatakan kalau ia mencintaiku. Menahanku agar aku tidak kembali ke Jepang. Tapi, rasanya sungguh mustahil. Apa pedulinya tentang aku? Kami akrab saja tidak.

 Aku menatap secarik kertas yang kugenggam. Air mataku menetes kembali.

^^ Seo Johnny & Wendy Son ^^

Mereka berdua bertunangan, tepat di hari ulang tahunku. Mungkin ulang tahunku kali ini menjadi ulang tahun terburuk yang pernah ada. Aku sangat menyesal kenapa aku menerima potongan kertas ini dari Jaehyun semalam. Apa dia sengaja membuat hatiku semakin panas? Harusnya aku tidak mau tahu dan menolaknya. Aku menyesal, sangat. Aku menatap nanar ke balik jendela. Satu-satunya alasan mengapa aku pergi adalah, aku membenci diriku sendiri. Membenci pribadiku yang menyukai Johnny seenak hati. Membenci pribadiku karena sudah menyakiti hatiku sendiri selama tiga tahun hanya karena mengharapkan kedatangan seseorang yang bahkan tidak akan pernah bisa datang.

“Johnny, jangan pernah lupain aku ya, sekalipun aku adalah seseorang yang nggak akan pernah kamu lihat. Sekarang aku cuma berharap, suatu saat nanti kalau kamu melihatku, kamu akan menyapaku duluan sambil bilang kalau kamu merindukanku.”

Aku janji, selama aku pergi, aku akan  selalu mengingatmu. Aku akan makan dan tidur dengan baik tanpa ada kamu. Aku pasti akan merindukan suaramu, baumu, bahkan rambutmu.”

“Johnny, maaf  karena aku terlalu mencintaimu. Aku pun tahu bahwa rasa ini tidaklah pantas kuberikan untukmu. Tapi aku memang sangat menyayangimu, sekalipun kamu nggak tahu semua itu.”

Aku terus berharap dan berdoa dalam tangisan sunyi ini. Isakan demi isakan terus keluar, begitu pun harapan-harapan yang kulantunkan.

Aku memejamkan mata. Siapa tahu dia akan datang saat sudah kuhitung sampai tiga. Taka da salahnya memercayai keajaiban, kan?

Satu,

Dua,

Tiga,

Kubuka mataku dan menoleh ke jendela. Tak ada siapa-siapa. Rupanya Johnny masih belum datang. Ah, tak apa. Mungkin dia masih dalam perjalanan menuju kemari. Kembali kupejamkan mataku dan mulai menghitung lagi.

Satu,

Dua,

Tiga,

Aku membuka mata.

Tetap tidak ada siapapun.

Johnny….

Kenapa dia masih belum datang?

Untuk yang terakhir kalinya kupejamkan mataku.

Johnnya, kumohon datanglah. Aku cuma ingin mendengarkan ucapan selamat tinggal darimu. Aku benar-benar ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya sebelum pergi.

Tuhan, aku tahu dosaku banyak. Aku hanya mengingat-Mu dikala duka. Namun hanya Kau-lah yang mampu membuka pintu hatinya untuk cintaku. Kumohon, Tuhan. Kabulkanlah doaku sekalipun ini adalah doa terakhirku yang akan Kau kabulkan.

Aku mulai menghitung lagi. Pasrah akan apa pun yang terjadi.

Satu,

Dua,

Tig—

“LYNA!”

Aku sontak terlonjak saat mendengar ada seseorang yang meneriakkan namaku. Dan suara itu benar-benar tidak asing. Mungkinkah? Tolong yakinkan aku! Dengan segera, aku melihat ke luar jendela.

“J-Johnny?” gumamku tak percaya. Ia melambaikan tangannya, lalu tersenyum.

Tunggu—

—apa ia menangis? Untuk apa? Kalau saja aku tidak berada dalam pesawat, aku akan menghampirinya dan memeluknya. Tuhan mengabulkan doaku. Tangis kepedihan seketika berubah menjadi tangis haru. Aku ikut melambaikan tanganku dan tersenyum padanya. Tak terasa, air mataku semakin tumpah membasahi pipi.

Ia terlihat menuliskan sesuatu di sebuah kertas dan mengacung-acungkannya padaku lewat jendela pesawat.

Lyna, maaf aku baru tahu tentang perasaanmu. Kamu memaafkanku, kan?

Dia sudah tahu? Dari mana? Tanpa pikir panjang, aku mengangguk, lalu menghapus air mataku.

 Johnny masih punya lembaran yang ke dua.

Kamu boleh membenciku setelah ini, tapi aku akan tetap menganggapmu istimewa. Aku bakal kangen kamu di Korea. Salam buat orang tuamu di Jepang, ya.

Kurasakan ada sesuatu yang bergerak. Suara melengking tiba-tiba terdengar oleh telingaku. Perlahan sosok Johnny mulai menghilang dari kaca bundar itu. Apa pesawatnya sudah lepas landas? Kusedikit mendekatkan wajahku ke kaca, melihat lebih jelas apa yang sebenarnya terjadi.

Johnny tampak sedikit berlari sambil memperlihatkan lembaran kertas yang ke tiga.

LYNA,  SEMOGA  SUKSES!

Aku tersenyum.

Terima kasih.

Aku sangat berterima kasih padamu, Johnny.

Untuk pertama kalinya, aku merasa kalau aku adalah cewek paling jahat di dunia karena membuat pria yang di cintainya menangis.

Pesawat telah lepas landas, bergerak meninggalkan Seoul. Kota yang mengisahkan berbagai kenangan manis dan pahit. Seluruh kisahku di sini akan kusimpan dan kuukir dengan indah walau hanya pahitnya yang akan tampak. Karena aku percaya pada kata hatiku, aku tidak akan pernah membiarkan kesedihanku saat ini membuatku takut untuk menerima seseorang yang baru. Aku akan tetap merindukan Johnny Seo. Kata-kata yang ia tulis tadi akan menjadi penyemangatku. Aku akan selalu mengingatnya, aku akan selalu merindukannya.

Tuhan, jagalah ia yang jauh di sana. Lindungi tiap detik hidup yang ia lewati. Sayangi dia melebihi engkau menyayangiku.

I love you, Johnny….

I still love and miss you….

Good bye….

.

.

.

Busan, 13 Oktober 2017

“Ma?”

“Jangan!”

Aku terbangun dengan keringat yang bercucuran. Aku bahkan tidak sadar kalau sudut mataku basah. Anakku, Jisung, berdiri di samping ranjang sambil menatapku bingung (jangan kaget kalau aku sudah punya anak). Bukan, bukan anak dari orang yang kusukai. Sama sekali bukan. Bahkan, dia adalah anak dari orang yang sangat kubenci.

“Mama kenapa? Mimpi buruk, ya?”

Aku hanya menghela napas saat anakku yang baru berusia dua belas tahun ini bertanya. Setelah itu aku menghapus air mata dan keringat, lalu berjalan ke dapur bersamanya. Aku harus segera memasak sebelum suamiku itu terbangun dan mengomel karena meja makan masih kosong. Selama dua hari aku tidur dengan Jisung karena ia sedang sakit dan sifat manjanya suka keluar di saat seperti ini. Jisung menungguiku di meja makan sambil memainkan sendok.

“Ma, tadi mama kenapa, sih? Nggak biasanya mama berteriak pas tidur.”

Sambil memasukkan air ke panci, aku menjawab, “Mama bermimpi indah.”

“Oiya? Tapi kenapa harus teriak? Ah, mama bikin bingung.”

Aku hanya tersenyum. Setelah itu, seseorang datang. Mengucapkan selamat pagi kepadaku dan Jisung. Kalian pasti tahu dia siapa.

“Papa, tadi mama berteriak.” Jisung mengadu.

“Teriak kenapa? Kamu mimpi apa, Lyn? Memimpikanku?” tanyanya sambil duduk di samping Jisung.

Aku hanya berdecak. Setelah itu menyiapkan sarapan seadanya. “Aku memimpikan orang yang kusukai,” ujarku.

Jisung dan suamiku mengerutkan dahinya. Jisung bertanya duluan dengan antusias, “Siapa, Ma? Mantan pacar mama, ya?”

Well, aku tahu kalau membicarakan masa lalu di hadapan suaminya sendiri itu dilarang, tapi aku tidak mungkin mengatakan kalau aku memimpikan Johnny Seo, kan? Masalahnya, anakku ini mengenal siapa itu Johnny Seo. Jisung pasti akan marah besar kalau aku membicarakannya. Tapi itu memang benar, mimpiku sungguh konyol. Aku tidak pernah kepikiran untuk memimpikan hal ini sebelumnya.

“Kamu masih belum melupakannya, Lyn?”

Aku mengangguk jahil, setelah itu tertawa lebar.

“Jadi selama ini aku nggak ada artinya?”

Aku tahu Jisung diam-diam tertawa melihat tingkah kedua orang tuanya yang terkadang sangat kekanakan ini.

“Harusnya dari dulu kamu menyukai Johnny Seo, bukan malah Jung Jaehyun si anak tengil itu.”

Stop. Jangan biacara yang nggak-nggak di depan Jisung.”

“Biarin. Supaya Jisung tahu tentang masa muda kita.”

“Sudah kubilang hentikan, Johnny Seo!”

“Mama! Papa! Hentikan! Hari ini aku juga belum mengucapkan selamat pagi buat pacarku dan kalian berdua jangan membuatku tambah pusing!”

.

.

.

Seoul, 19 Oktober 2003.

Memang benar saat aku bilang aku menyukai siswa kelas sebelah, Jung Jaehyun. Dia pintar, rajin, kalem, dan gantenng. Aku selalu memandangnya dari jauh tanpa berani mendekatinya. Aku sangat pengecut. Karena hal itulah perasaanku tidak pernah tebalas selama tiga tahun.

“Hai, Monyet. Kerjaannya melamun terus. Ngelamunin apa, sih?”

Aku tergelak, lalu menatap Johnny dengan sebal. “Monyet?! Katakan sekali lagi atau kubunuh kamu!”

Aku mengejar Johnny dan cowok itu berlarian ke sana kemari dengan bahagia. Aku dan Johnny memang tidak terlalu dekat karena kami selalu bertengkar. Dia sering menggangguku dengan bilang kalau aku Monyet, atau kalau tidak dia akan menyembunyikan barang-barangku sampai aku mencarinya sambil menangis. Johnny sungguh berkebalikan dengan Jaehyun. Ugh!

“Berhenti, heh kepala telur!”

Johnny menghentikan langkahnya, kemudian berbalik badan untuk menatapku. “Kepalaku bahkan lebih imut daripada telur, Monyet.”

“Kamu lebih jelek daripada monyet.”

Johnny berjalan mendekatiku dengan santai, aku mundur beberapa langkah. Tatapannya membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat. “Serius? Terus gimana jadinya kalau manusia berkepala telur dan lebih jelek daripada monyet ini akan jadi suamimu kelak?”

“Apa? Suami? Maksudku, hello, aku nggak akan pernah membuang masa mudaku buat pacaran sama kamu. Sampai mata Doyoung jadi sipit, sampai suara Taeyong jadi cempreng, sampai Taeil sukses jadi presiden Amerika, atau bahkan sampai giginya Renjun jadi rata. Itu nggak akan pernah terjadi! Never!”

Johnny menyeringai. Sial! Kenapa dia harus begitu, sih. “Sebenci itukah kamu sama aku, Lyn? Ayolah, Lyna Han. Aku ganteng, kaya, banyak fans-nya, imut, romantis. Aku bisa membahagiakanmu daripada Si Kunyuk Jaehyun itu. Kita bisa melakukan beberapa hal gila saat pacaran nanti.”

“Beberapa hal gila? Maksud kamu apa, hah?”

Kini jarak kami semakin dekat—sangat dekat malah—hingga aku takut kalau saja tubuh kami akan bersentuhan nantinya. Johnny sedikit membungkukkan badannya, berbisik di telingaku yang membuat pipiku seketika terbakar, “Melakukan beberapa hal gila yang bisa membuatmu hamil.”

Aku terbelalak dan mendorong tubuhnya hingga ia terjungkal.

“DASAR MESUM! AKU BENCI SAMA KAMU, JOHNNY SEO!”

.

.

.

Setelah kelulusan, Johnny melamarku saat kami tak sengaja memasuki universitas yang sama. Sial! Aku begitu bodoh karena menerimanya begitu saja.

Tapi, oke, kuakui, Johnny memang tidak setampan Jaehyun atau sepintar Taeil. Tapi dia… dia selalu membuatku tersenyum—atau tertawa. Dia selalu membuatku merasa kalau aku adalah cewek terbaik di dunia. Dia selalu meyakinkanku kalau aku itu cantik, pintar, tinggi, putih… yah, walaupun aku tidak merasa begitu (maksudku, aku suka saat dia merayuku). Aku juga suka caranya berbicara, membujukku dengan suara imutnya yang terkadang malah terdengar alay karena sejujurnya dia tidak bisa bertingkah imut (apalagi saat dia menghiburku dengan menirukan suara burung beo. Ugh, lebih baik aku melihat Yuta tersedak ramen). Kami memang tidak dekat sewaktu SMA karena Johnny begitu jahil dan aku punya prinsip : Jangan pernah mau pacaran sama cowok yang suka iseng.

Oke.

Bunuh aku sekarang karena sudah mau melakukan ‘beberapa hal gila’ dengannya hingga perutku bisa mengeluarkan anak bernama Jisung (saat sedang melakukan hal itu, aku lupa pada prinsipku sendiri. Hell, sebagai cewek normal, aku benar-benar tidak tahan melihat Johnny telanjang bulat HAHA). Lempar aku ke Afrika karena mau menghabiskan sisa hidupku dengannya yang bahkan dulu sangat kubenci saat SMA.

Aku sendiri tidak tahu apa yang membuatku begitu mencintai Johnny Seo. Mungkin benar apa kata orang kalau senjata itu bisa makan tuannya sendiri. Rupanya aku kena karma atas prinsipku untuk menolak cowok jahil.

Johnny memiliki sepasang hidung mancung, kulitnya putih, bermata kecil dan pipinya agak gemuk. Kalau tertawa matanya tinggal segaris, gusinya kelihatan lebar, lalu rambut kecokelatannya bakal ikutan bergerak. Well, Johnny Seo sebenarnya menggemaskan tetapi bagi kaum hawa di sekolah, dia termasuk kategori pria dengan wajah tidak begitu menarik sehingga tidak pantas untuk diteriaki. Dia juga sama sekali tidak terlalu terkenal di kampus, bahkan hanya memiliki beberapa orang penggemar saja. Ah, mereka masih tidak tahu kalau Johnny punya kekuatan ajaib untuk menarik cewek dan salah satu korbannya adalah aku.

Dan, satu hal lagi yang membuatku bingung adalah,

Kenapa semalam aku bermimpi seolah aku yang mengejar-ngejar Johnny? Bukankah sebaliknya? Kenapa ujung-ujungnya aku malah pergi ke Jepang (memangnya mau mengunjungi rumah siapa?) dan meninggalkannya? Lalu… kenapa aku merasa kesal kalau dia harus berpacaran, bahkan tunangan dengan Wendy Son?! Damn it, Wendy itu sainganku di kelas dalam hal peringkat nilai.

Ngomong-ngomong masalah peringkat, kok bisa ya di mimpiku Johnny dapat peringkat satu? Padahal sebenarnya… ah, aku tidak boleh menceritakan aib suamiku sendiri.

Aku tahu ini mimpi yang sangat bodoh (atau tidak masuk akal?). Mungkin seperti itulah perasaan Johnny saat aku sempat menolak cintanya dulu. Dia menembakku dua kali. Pertama : Saat kelas tiga SMA. Kedua : Saat kami sedang makan bersama di kampus. Asal kamu tahu, aku sampai tersedak daging saat dia tiba-tiba memberiku sebuah cincin perak dan mengatakan kalau dia sangat-sangat-sangat mencintaiku melebihi anjingnya. Aku langsung menerimanya karena terdorong rasa kasihan (dan saat itu aku bersumpah dalam hati kalau dia takkan bisa benar-benar meluluhkan hatiku). Eh, sialnya, lama-lama aku cinta beneran. Habisnya Johnny romantisnya bukan main, apalagi dia juga suka menggoda (ugh).

Tapi aku tidak perlu khawatir. Mimpi hanyalah mimpi.

Lagipula, Johnny kan sekarang sudah menjadi suamiku. Dan kukatakan sekali lagi kalau kami sudah melakukan ‘beberapa hal gila’ yang pastinya menjadi saksi bisu atas cinta kami yang tak beralasan.

Tak ada yang perlu ditakutkan.

Sebelum dia berangkat kerja, aku memasukkan secarik kertas di dalam tas kerjanya. Kupastikan Johnnya akan tertawa saat membacanya nanti. Sesudah mengantarnya sampai depan rumah, aku segera masuk dan kembali mengurus Jisung yang sudah berteriak minta disuapi dari arah dapur.

“Ma, ini foto mama sama papa, ya? Kok papa rambutnya kayak anak punk? Papa nggak pernah keramas, ya?”

Jisung memberiku bingkai foto lama. Di situ ada fotoku, Johnny, Jaehyun, dan Seulgi yang sedang berdiri di depan sekolah saat hari kelulusan. “Kamu dapat foto ini dari mana?”

“Tadi papa yang ngasih. Katanya papa kelihatan ganteng pas di foto ini. Tapi menurutku malah aneh, mama lebih cocok sama pakdhe ini.” Jisung menunjuk Jaehyun.

“Namanya Jaehyun,” koreksiku.

“Kalau mama nikah sama pakdhe Jaehyun, Jisung pasti bisa lebih ganteng. Pasti di sekolah, Jisung bakal banyak yang suka. Jisung kan ganteng, kaya, banyak fans-nya, imut, romantis. Siapapun akan terpesona sama Jisung.”

Aku menghela napas pasrah.

Emang dasar anaknya Johnny.

Nggak ada bedanya.

.

.

.

_Fin_

A/N:

Ini apa? Wkwkwkwkwk maafkan saya pemirsah :3 Fix, genre sad udah jadi musuh bebuyutan, makanya ujung-ujungnya kuganti jadi comedy (apanya yang comedy?-_-).  Nggak tega sama Lyna, rada gak kuat juga sama sikapnya Johnny :v Trus ini kenapa anaknya Jisung? Soalnya kalau Mark itu kegedean :”D /krik/

Ya allah, tolong jangan sampai ada yang bully Jiyo setelah ini J Jiyo nggak salah, otaknya aja yang korslet -_-

Need review ^^

6 thoughts on “[NCTFFI Freelance] Zodiac Love Story #Scorpio (Series)

  1. Baca awal2 : anjir alay banget cuma perkara one side love frustasinya setangah mati, cari aja cowo di tanah abang. Banyak!!!
    Makin ke bawah : lahhhh ini kenapa Johnny jadi warm hearted perasaan tadi kaku kaya kanebo kering
    Agak mau ending : WHY JADI NGIKUT BAYANGIN JOHNNY BERTELANJANG BULAT???!!!!

    hampir saja aku mencaci-maki Lyn karena dia terlalu drama dan weak di sini tapi ending2nya aku ngakak karena penuh dgn sarkasme Lyn terhadap Johnny :’v
    Yess jiyo this is Daebak as always ~~

    Liked by 1 person

  2. MBALEL KEMANA AJOOO??? Btw, karena aku nggak bisa bikin yg sedih2, makanya itu kata2nya rada alay yalord :’3

    Makin ke bawah Johnny makin labil, dan semakin ke bawah AKU JUGA BAYANGIN JOHNNY TELANJANG BULAT!!!

    Enggak kok, Lyna nggak suka nge-drama. Malah Johnny yg rada alay -_- /disambit Johnny/

    Makasih mbalel sudah mampir ❤ ❤ <#

    Like

Feedback Juseyo ^^