[Mix Party] Don’t Recall

Don’t Recall

[NCT] Qian Kun, Mark Lee, Lee Taeyong, Jung Jaehyun & Na Jaemin

[OCs] Emerald Lee, Jane Jung, Park Cheonsa, Go Sikyeong & Cher

Slight! [NCT] Kim Doyoung, Huang Renjun, [Red Velvet] Park Sooyoung

College-life, School-life, Romance, Hurt, Comfort, Songfic, Action, Crime

Rate : T || Length : 5 Ficlets

I just own the plot & story

.

.

babyneukdae_61 storyline

[1]

Sick with regrets now too late to beg now

Emma masih terus saja terisak di depan jenazah seorang pemuda yang terkulai lemas di jalan gang itu. Di dada jenazah tersebut terdapat luka tembak dari senjata api. Gadis Lee itu memeluk erat tangan jenazah si pemuda. Perasaannya kini tercampur aduk. Sedih, terpukul, marah dan rasa masih tak percaya menyatu.

Tak jauh dari situ, seorang pemuda berdarah Tiongkok yang mengenakan celana jeans dan jaket kulit hitam berdiri terdiam di belakang Emma. Ia baru saja menjatuhkan pistolnya. Ia hendak mendekati Emma, namun dirinya tengah dikuasai oleh rasa bersalah yang mendalam.

“Maafkan aku,” ucap pemuda itu lirih, hampir tak terdengar.

Emma berbalik dan mendapati pemuda Tiongkok itu tengah mematung di tempatnya.

“Qian Kun, aku tak menyangka kau akan melakukan ini,” ujar Emma dingin, namun masih didominasi oleh kesedihannya.

“Kupikir kau adalah detektif polisi yang cerdas. Kukira kau adalah orang terbaik yang dapat dipercaya untuk memecahkan kasus kejahatan. Kukira kau sesempurna itu,” geram Emma sambil terisak pelan.

“Maafkan aku, Emma,” lirih Kun.

“Tapi mengapa kau membunuh rekanmu sendiri? Mengapa kau membunuh Doyoung? Mengapa kau tega? Apakah karena dia mantan kekasihku, karena itukah??!” Emma bangkit dari posisi berlututnya tadi, lalu mendorong Kun, melampiaskan segala kemarahannya.

“Aku menyesal pernah berpikir kau sebaik dan sesempurna itu. Kau lebih buruk dari bajingan! Di mana otak dan mata hatimu?!” lanjut Emma.

Kun pun terdorong ke belakang, namun ia segera mendapatkan keseimbangannya kembali. “Maafkan aku, Emma. Aku terpaksa melakukannya.  Aku … aku hanya takut kehilangan dirimu.”

“Kehilangan diriku, kau bilang? Tapi Doyoung sahabatmu! Dia bahkan mendukung hubungan kita! Mengapa kau tega, Qian Kun?! Apakah ia melakukan kesalahan besar padamu? Kau pikir dengan membunuhnya, aku tak akan pergi darimu, begitu?” teriak Emma.

“Aku sadar bahwa aku salah. Maafkan aku, Emma. Biarkan diriku membayar kematian Doyoung,” ujar Kun, sembari berlutut untuk mengambil pistolnya. Namun Emma cepat-cepat merebut pistol Kun dari tangannya.

“Tidak perlu, Kun. Lebih baik kau yang merasakan, bagaimana rasanya kehilangan seorang yang sangat kau sayangi,” ujar Emma sambil mengarahkan pistol tadi ke kepalanya.

Emma bersiap menarik pelatuk pistol itu.

“Kau akan kehilangan satu lagi asisten terbaik di timmu, dan sekaligus gadis yang sangat kau sayangi, Qian Kun,” Emma memejamkan matanya, dan menarik pelatuk pistol di tangannya.

Tak lama kemudian, terdengar suara tembakan dan bunyi pistol terjatuh, serta teriakan dan tangisan frustrasi Kun. Ia terjatuh berlutut di depan jenazah Emma dan Doyoung yang bersimbah darah. Sementara tangisan dan teriakan frustrasinya mengiringi kepergian dua orang yang sangat penting dalam hidupnya itu.

Sekarang, hukuman yang harus Kun terima adalah menjalani hidupnya dengan dihantui rasa bersalah dan kehilangan.

[2]

Ain’t nobody perfect but we perfect for each other

Jane sudah cukup lelah dengan sifat Mark yang kerap kali absen dari hari-hari Jane. Mark terlalu fokus dengan kesibukannya, bahkan mereka hampir tidak menyapa satu sama lain sekalipun mereka bertemu di sekolah. Karena itulah, akhir-akhir ini Jane lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Renjun, sang adik kelas yang cukup tergila-gila kepadanya. Jangan salahkan Jane untuk hal yang satu ini, semuanya karena Mark terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Jane rasa pemuda Lee itu berubah, tidak seperti dulu.

Ia teringat saat dahulu Mark tengah mendekatinya. Mark tahu betul bahwa Jaehyun, kakak kandung Jane, merupakan salah satu preman di sekolah mereka. Jane masih ingat saat dahulu ia sering mendapati Mark dalam kondisi babak belur dan Jane tahu betul kakaknyalah yang melakukannya. Jane masih ingat ia selalu meminta kepada Mark untuk jaga jarak dengannya demi kebaikan Mark. Jane tidak tahan melihat Mark diperlakukan seperti itu karenanya. Namun Mark tetap saja berusaha, sehingga ia dapat meluluhkan hati Jaehyun untuk merestui kedekatannya dengan Jane.

Namun entah mengapa, rasanya sifat Mark yang penuh perhatian kepadanya hilang begitu saja dibawa oleh angin.

“Kak Jane, kau tidak mencoba bicara dengan Kak Mark?” tanya Renjun, saat mereka berdua tengah menikmati ice coffee di salah satu meja di dalam kantin sekolah.

Jane mengedikkan bahunya. “Yeah, kau tahu, Renjun. Ia sangat sibuk akhir-akhir ini. Tidak memungkinkan bagiku untuk mengobrol dengannya meski hanya lima menit. Pesan singkatku bahkan hampir tak pernah dibalas olehnya,” ujar Jane. “Kurasa ia berubah, ia tak seperti dulu, Renjun,” lanjutnya.

Renjun memperbaiki posisi duduknya, lalu menatap Jane. “Kau harus mencoba untuk memahaminya, Kak. Aku yakin, Kak Mark tidak mungkin menginginkan kondisi seperti ini,” ujar Renjun.

***

“Mark! Lepaskan tanganku, bodoh!” ujar Jane sambil mencoba untuk melepaskan tangannya dari genggaman Mark. Namun Mark masih saja menarik tangan Jane sambil terus berjalan, sehingga Jane terpaksa mengikuti Mark ke tempat yang ia tuju.

Mereka pun sampai di atap sekolah. Mark pun melepas genggaman tangannya dari tangan Jane.

“Mengapa kau membawaku ke sini? Kau marah karena akhir-akhir ini aku sering bersama Renjun? Kau pikir aku tidak lelah melihat dirimu yang terlalu sibuk sampai-sampai kau mengabaikanku?” omel Jane.

Sementara Mark hanya terdiam sambi menatap lurus kedua bola mata Jane.

“Apa?” ujar Jane.

“Sudah selesai mengomelnya, Nona Jung?” Mark berjalan ke arah bangku yang berada di dekatnya dan duduk, lalu ia menepuk tempat kosong di sebelahnya sambil menatap Jane, mengisyaratkan gadis Jung itu untuk duduk.

“Pertama, aku membawamu ke sini karena aku ingin. Lagi pula tidak ada tempat yang lebih nyaman untukku berbicara panjang lebar denganmu selain tempat ini. Kedua, aku tidak marah karena kau dekat dengan Renjun, karena aku tahu ini resiko dari kesibukanku,” jelas Mark.

“Ketiga, aku tahu kau pasti muak denganku karena aku terlalu sibuk. Aku tahu dan aku sudah menduganya dari awal. Namun aku tidak dapat meninggalkan kesibukanku, karena pihak sekolah yang memintaku untuk menjalaninya. Aku juga lelah dengan semua ini, Jane,” lanjutnya.

Jane terdiam mendengarkan penjelasan dari Mark. Renjun benar, kehilangan komunikasi dengan Jane, bukanlah hal yang diinginkan oleh Mark.

“Maafkan aku, karena aku terlalu sibuk. Maafkan ketidaksempurnaanku, Jane. Maafkan aku tidak banyak berkomunikasi denganmu. Maafkan aku karena terlalu banyak absen dalam hari-harimu,” ujar Mark sambil menggengam tangan Jane dan menatap dwimanik milik gadis itu.

“Aku menyadari bahwa aku tidak sempurna dalam menjalani hubungan kita, Jane,” lanjutnya.

Jane tersenyum tipis.

“Justru aku yang minta maaf, Mark. Aku terlalu kekanak-kanakan untukmu. Aku membuatmu merasa bersalah, padahal itu salahku sendiri. Aku yang tidak sempurna dalam menjalani hubungan kita, Mark.”

“Tidak ada satu pun yang sempurna di dunia ini, Jane. Termasuk aku dan kau. Namun kita saling mengisi dan menyempurnakan satu sama lain. Itulah yang membuat suatu relasi menjadi lebih sempurna. Kalau aku dan kau sama-sama sempurna, bukankah kita tidak perlu menjalin relasi ini dan mengisi satu sama lain?” ujar Mark.

Jane menarik napas sejenak. “Mulai sekarang, aku akan berusaha untuk mengendalikan keegoisanku, aku berjanji.”

“Aku juga akan mengurangi kesibukanku, atau setidaknya membalas pesan singkatmu, mulai sekarang,” timpal Mark.

Sepasang sejoli itu menautkan kelingking mereka satu sama lain sambil tersenyum, disusul oleh cubitan pelan di pipi Jane serta Mark yang melangkah pergi sambil tertawa dengan Jane yang berlari kecil di belakangnya.

[3]

You’re a stranger to me now, just walk by we’ve never met before

Cheonsa menyesal memilih melanjutkan kuliah di sini. Seharusnya ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Kyunghee saja. Bukan karena jurusan yang ia ambil di sini–desain komunikasi visual–tidak sebaik di Universitas Kyunghee. Melainkan karena ada seseorang yang benar-benar tak ingin ia temui lagi.

Namanya Lee Taeyong, alasan mengapa Cheonsa tidak ingin bertemu dengannya lagi adalah ia tak ingin jatuh lagi dalam perasaan yang sama dengan orang itu.

Cheonsa ingin pindah ke universitas lain, namun mengingat seberapa besar uang yang ia keluarkan untuk masuk ke universitasnya sekarang, ia mengurungkan niatnya. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk menganggap Taeyong sebagai orang asing yang kebetulan lewat di depannya saja.

Namun sialnya, Taeyong mengambil jurusan yang sama dengannya. Ia hampir lupa bahwa dulu ia dan Taeyong hendak mengambil jurusan ini, karena mereka memang sudah mengimpikannya sejak lama.

Kali ini, kelas mereka diberi tugas yang harus dikerjakan dalam kelompok yang berisi dua orang. Karena Cheonsa belum mendapatkan teman kelompok, akhirnya ia menerima tawaran Taeyong untuk bergabung dengannya.

***

“Park Cheonsa,” panggil Taeyong.

“Hm?” jawab Cheonsa singkat, masih tetap berkutat dengan tugasnya.

“Aish, dapatkah kau bersikap ramah sedikit saja kepadaku, kita dalam satu kelompok sekarang,” rutuk Taeyong.

Hey, kau pikir aku mau sekelompok denganmu? Melihatmu di kelas saja aku sudah muak”

“Kalau tidak ada aku, kau harus mengerjakan tugas ini sendiri, sementara tugas ini lumayan sulit, kau mau?” ujar Taeyong.

Cheonsa mendesah pelan. “Baiklah, baiklah. Ada apa, Lee Taeyong?”

“Tidak, aku hanya mau bilang, apakah kau ingat impian kita berdua dahulu?”

Cheonsa mengerutkan dahinya. “Impian kita? Sejak kapan ada kata ‘kita’ di sini?”

Taeyong, yang sedari tadi duduk di meja makan di apartemen Cheonsa pun mendekati Cheonsa yang sedang duduk di sofanya.

Yeah, impian kita. Kata ‘kita’ itu sudah ada sejak kita berniat untuk masuk ke jurusan ini. Dan sekarang, bagiku kata ‘kita’ ini masih berlaku, ya meskipun kau tidak mau, dan aku tahu, ini pasti karena masa lalu kita, bukan?” jelas Taeyong.

Cheonsa terdiam. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan.

“Aku tahu, ini semua salahku membuatmu sakit hati. Dan aku tidak menyalahkanmu jika kau tidak nyaman bersama denganku sekarang,” ujar Taeyong.

“Akan tetapi, aku tak suka jika akhir dari hubungan kita di masa lalu membuat kita menjadi jauh seperti ini. Aku ingin kita dapat memulai dari awal lagi, sebagai teman. Dan kita akan mengejar impian kita bersama-sama,” lanjutnya.

“Aku hanya takut jatuh lagi ke dalam perasaan yang sama kepadamu,” gumam Cheonsa, namun dapat terdengar oleh Taeyong.

“Aku tak akan menyalahkanmu akan hal itu. Aku tahu ini sulit, tapi dapatkah kau memberiku kesempatan kedua? Tentu saja yang kumaksud kesempatan kedua untuk menjadi temanmu, aku tak akan menyakitimu lagi dengan memintamu kembali menjadi kekasihku, sungguh,” jawab Taeyong.

Cheonsa terlihat berpikir sejenak.

“Menjadi temanmu, kurasa itu tidak buruk. Maksudku, menjadi teman dari seorang keparat yang menyebalkan, kurasa itu tidak buruk,” ujar Cheonsa sambil tertawa kecil.

“Terima kasih, Park Cheonsa.”

“Kembali, Lee Taeyong.”

Mereka tersenyum satu sama lain, hingga akhirnya Taeyong menyadari sesuatu.

“Kau bilang apa tadi? Keparat yang menyebalkan? Tunggu, sejak kapan aku terlihat menyebalkan?” protes Taeyong tak terima.

“Kau sangat menyebalkan, Taeyong, dan kau tak pernah menyadarinya,” cibir Cheonsa.

“Menyebalkan begini, tetap saja aku mantan terindahmu, bukan?”

Sebuah bantal melayang tepat di kepala Taeyong.

“Tak perlu membawa-bawa hal itu, Tuan Lee!” teriak Cheonsa, disusul dengan pukulan yang menghantam punggung Taeyong, sementara pemuda Lee itu malah tertawa.

[4]

You left me in the cold. Nobody here to warm my nights

Sikyeong baru menyadari, bahwa pemikirannya tentang Jaehyun selama ini tak selamanya benar. Ia baru menyadari bahwa Sooyounglah yang benar tentang Jaehyun. Hanya saja, selama ini Sikyeong enggan mendengarkannya, bahkan mengabaikannya.

Selama ini matanya hanya tertuju kepada pemuda Jung itu, bahkan ia tidak masalah saat ia dimanfaatkan oleh Jaehyun. Pemuda Jung itu hanya menghubunginya di saat ia membutuhkan Sikyeong, seakan-akan Sikyeong adalah seorang asisten yang dapat disuruh-suruh sesuka hati.

Sooyoung sudah memperingatkan gadis Go itu, namun tak pernah sekali pun digubris oleh Sikyeong. Padahal niat Sooyoung adalah hendak melindungi sahabatnya itu. Ia tidak tega melihat sahabatnya hanya dijadikan sebagai orang suruhan oleh kekasihnya sendiri.

Namun, kini mata Sikyeong terbuka. Ia sadar bahwa Jaehyun tidak benar-benar mencintainya.

***

“Go Sikyeong! Tunggu!” ujar Jaehyun sambil mengejar Sikyeong. Namun gadis yang ia panggil namanya sejak tadi tidak menggubrisnya sama sekali.

Jaehyun terus mengejar Sikyeong hingga Sikyeong berhenti di halte terdekat, untuk menunggu kedatangan bus.

Jaehyun meraih tangan Sikyeong, namun Sikyeong segera menepisnya. “Apa lagi yang kau inginkan dariku, Jung Jaehyun? Apa kau belum puas setelah apa yang kau lakukan padaku selama ini?”

“Maafkan aku, Sikyeong. Aku tidak pernah bermaksud untuk mengabaikanmu,” jawab Jaehyun.

“Omong kosong. Aku dapat menerima kau hanya menghubungiku ketika kau membutuhkanku saja. Aku tak masalah saat kau lebih sibuk dengan hal-hal lain dibandingkan dengan diriku,” ujar Sikyeong.

“Hanya saja, aku benar-benar tak terima ketika kau bersama dengan gadis itu, padahal kau punya kekasih, yaitu aku! Apa jangan-jangan kau lupa bahwa kau punya kekasih? Aku sudah menunggumu sejak tadi di halte itu, dan sekarang cuaca Seoul sangat dingin! Sementara kau malah dengan santainya bermesraan dengan gadis itu,” lanjutnya.

“Maafkan aku, aku tak pernah bermaksud–”

“Simpan semua kebohonganmu, Tuan Jung. Aku sudah tak mau dengar lagi. Mulai sekarang, tolong menjauhlah dariku. Biarkan aku menjalani kehidupanku sendiri,” ujar Sikyeong.

Tak lama kemudian, sebuah bus datang, dan Sikyeong berjalan ke arah bus itu. Namun saat ia hendak masuk ke bus itu, ia berbalik dan menatap nanar Jaehyun.

“Selamat Natal dan selamat tinggal, Jung Jaehyun,” ujarnya, lalu ia masuk ke dalam bus.

Ditinggalkan oleh seseorang yang sempat mencintainya setulus hati, itulah hadiah yang diterima oleh Jaehyun di malam Natal ini.

[5]

Just live your life boy and I’ll live mine

Satu tahun berlalu sejak Jaemin dan Cher berpisah dan mengakhiri hubungan yang telah mereka bina selama dua tahun. Selama satu tahun itu pula, Cher memulai kehidupannya dari nol tanpa ada Jaemin di hidupnya. Saat kenaikan kelas tiba, Jaemin memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya di Chicago.

Namun jangan berpikir bahwa Cher sudah melupakan kenangannya dengan Jaemin, padahal ia yang meminta Jaemin mengakhiri hubungan ini. Selama satu tahun itu, ia kerap kali teringat dengan kenangannya bersama pemuda Na itu. Apa pun yang ia lakukan mengingatkannya akan Jaemin.

Kini, Jaemin memutuskan untuk kembali ke Korea tanah kelahirannya, dan melanjutkan kembali pendidikannya di sekolah yang menjadi saksi bisu kenangan Jaemin dan Cher selama dua tahun.

Cher tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Jaemin lagi. Kali ini, mereka berdua ditempatkan di kelas yang sama.

***

“Mengapa kau menghindariku?”

Jaemin yang ditanya seperti itu pun langsung mengalihkan pandangannya kepada orang yang bertanya seperti itu kepadanya.

“Aku hanya tidak ingin kau merasa terganggu dengan kehadiranku kembali di sini, Cher,” jawabnya.

Cher terdiam setelah mendengar jawaban Jaemin. Ia tak menyangka Jaemin berubah setelah satu tahun ini.

“Bukankah kau sendiri yang memintaku untuk menjalani hidup kita masing-masing. Aku menjalani hidupku, dan kau menjalani hidupmu,” lanjutnya. “Karena itulah aku memilih untuk tidak berinteraksi denganmu.”

“Tapi mengapa kau kembali ke sekolah ini? Bukankah sudah jelas kau akan bertemu denganku lagi di sini?” tanya Cher.

“Ini keinginan orangtuaku. Aku tak dapat membantah mereka,” jawab Jaemin.

“Maafkan aku, Cher, jika kehadiranku di sini menganggumu. Aku akan berusaha untuk menjalani hidupku sendiri, dan kau menjalani hidupmu,” ujar Jaemin sambil meninggalkan Cher dari perpustakaan sekolah. Sementara Cher tetap terdiam mematung di tempatnya merenungkan kata-kata pemuda Na itu.

FIN

oke pemirsa ini absurd sekali. baru kali ini Lauren bikin ficlet-mix pemirsa, jadi maafkanlah segala kekurangan yang ada XD 

don’t forget to review XD

12 thoughts on “[Mix Party] Don’t Recall

    • kyaaaa aku awalnya gakepikiran mau bikin songfic pake lagu ini, tapi keinget ada project dari kakak staffs yang belum kuselesaikan, aku pake lagu ini kekkeke…
      soal mark-jane.. yaaa begitulah, ga tega aja bikin mereka sad ending XD tapi yang pairing lainpun sebenernya ga tega sih , tapi kupikir kyknya keren kalo dibuat sad ending :v pankapan aku mau nyoba bikin mark-jane sad ending ahh :v /lirik donna/ XD
      btw yg taeyong-cheonsa pun happy ending kak XD wkwkw
      makasih udah mampir dan sudah mendengarkan curhat gaje ini (?) XD 😀

      Liked by 1 person

    • Ehh owner Jane lewat XD tenang aku gatega menyakiti hati jane don XD tapi liat saja nanti don aku akan membuat kisah lain dari mark-jane /ketawa jahad.g/
      makasih don udah mampirr 😀

      Like

    • hai kak dian, sebelumnya makasih kak sudah mampir ke ficlet-mix absurd ini XD
      ckckck, tapi sayangnya mereka hanya balikan sebagai teman :’3 tapi ini lebih baik daripada tidak sama sekali :’3 /elap ingus/.g XD

      Like

  1. Kerenn..👍👍.Btw yang Kun jadi keinget ending Memories in Bali main jedor semua. Gak sekalian aja padahal si Kunnya ikut mati 😃

    Liked by 1 person

    • Tadi sih rencananya mau dibuat kyk gitu, si Kun nya ikut mati, tapi entah mengapa aku pengen bikin dia menderita selama hidup karena kehilangan Emma XD /digiles/ /maapkan daku kak airly XD/
      makasih kak udah mampir ke sini, semoga datang kembali dan jadi langganan kami /plak/ 😀

      Liked by 1 person

  2. Haee Lauren ^^ Maaf ya, sebenernya aku udah baca ff-mu dari kemareeeeeeeeen tapi males komen wkwkwkwkwk maap ya *lempar Jaem

    Ini sebenernya aku enggak nyambung sama Emma >< Cheonsa juga nggak kalah gemes, duh. Mungkin tutorial mencari mantan terbaik bisa dicontoh dari Taeyong. Jarang2 loh ada mantan (terutama cowok) minta temenan. Boro2 temenan, putus bilang baik2 aja susahnya minta ampun /dih curhat/

    Yawdah, segitu dulu aja Ren. Maaf kalo nggak bermutu. Keep writting ya ^^

    Liked by 1 person

    • Haii Jiyo ketemu lagi dahh ^^ wkwkwkkw iya gapapa kok.. eumm bagaimana menjelaskan yg Emma ya? Cukup panjang jika harus dijelaskan, sepanjang perjalanan menuju bias :’)

      Nahhh iyaaa… waktu sama mantanku sebenernya putus pun baik2 tapi sekarang dah jarang ngobrol abisnya lost contact juga XD
      yaa kadang yg minta putusnya ga bisa bilang baik2 itu emang menyakitkan, tapi lebih sakit lagi kalo putus baik2 dengan alasan yg bisa dimaklumi (misal mau fokus belajar) tapi ga taunya sekarang pacaran sama yang lain XD /plak malah curhat pula/

      Oke makasih Jiyo udah mampir sini hehe

      Like

  3. Ren komenku keputus T_T

    Haee Lauren ^^ Maaf ya, sebenernya aku udah baca ff-mu dari kemareeeeeeeeen tapi males komen wkwkwkwkwk maap ya *lempar Jaem

    Ini sebenernya aku enggak nyambung sama Emma >< Cheonsa juga nggak kalah gemes, duh. Mungkin tutorial mencari mantan terbaik bisa dicontoh dari Taeyong. Jarang2 loh ada mantan (terutama cowok) minta temenan. Boro2 temenan, putus bilang baik2 aja susahnya minta ampun /dih curhat/

    Yawdah, segitu dulu aja Ren. Maaf kalo nggak bermutu. Keep writting ya ^^

    Like

Leave a reply to SehunDerManOh Cancel reply